Membangun sistem Perlindungan Anak yang efektif membutuhkan lebih dari sekadar penindakan hukum; ia membutuhkan Reformasi Kesejahteraan sosial secara menyeluruh. Sistem ini harus berfokus pada pencegahan, memastikan bahwa anak tidak pernah jatuh ke jurang eksploitasi, kekerasan, dan penelantaran. Kesejahteraan sosial yang kuat harus menjadi pilar utama, bekerja secara proaktif untuk mengidentifikasi dan mendukung keluarga yang paling rentan sebelum krisis terjadi.
Reformasi Kesejahteraan harus diawali dengan pembaruan data dan mekanisme pendataan keluarga rentan. Program Jaring Pengaman Sosial yang ada, seperti PKH, harus disinkronkan dan ditingkatkan akurasinya. Data yang valid memastikan intervensi dan bantuan finansial yang tepat sasaran, mengurangi tekanan ekonomi yang sering menjadi akar penyebab orang tua melibatkan anak dalam kerja paksa atau eksploitasi lainnya.
Fokus utama dari Reformasi Kesejahteraan adalah mengalihkan paradigma dari reaktif menjadi preventif. Alih-alih hanya merespons setelah terjadi kasus, pemerintah harus memperkuat peran pekerja sosial komunitas dan pusat kesejahteraan sosial daerah. Mereka bertugas melakukan kunjungan rutin, memberikan konseling parenting, dan memonitor lingkungan keluarga yang terindikasi memiliki risiko tinggi.
Dalam konteks Perlindungan Anak, Reformasi Kesejahteraan harus mencakup dukungan psikososial yang terintegrasi. Anak-anak yang tinggal di daerah rawan eksploitasi, seperti kawasan industri atau daerah rawan bencana, harus mendapatkan layanan konseling dan kegiatan positif secara gratis. Hal ini membantu mereka membangun resiliensi dan menghindari jerat kejahatan yang seringkali memanfaatkan anak.
Penting untuk meningkatkan kualitas dan ketersediaan layanan rehabilitasi dan reintegrasi. Anak-anak yang telah menjadi korban eksploitasi memerlukan pemulihan trauma yang intensif dan program keterampilan. Kesulitan Reintegrasi mereka hanya dapat diatasi jika ada dukungan berkelanjutan, termasuk jaminan akses pendidikan formal dan kesempatan kerja yang aman.
Reformasi Kesejahteraan juga menuntut peningkatan kapasitas sumber daya manusia di sektor sosial. Pekerja sosial dan pendamping anak harus mendapatkan pelatihan berkelanjutan mengenai standar Perlindungan Anak internasional, penanganan trauma, dan teknik mediasi yang efektif. Profesionalisme adalah kunci untuk memberikan layanan yang bermartabat dan berkualitas tinggi.
Diperlukan alokasi anggaran yang memadai dan transparan untuk program-program kesejahteraan sosial. Pendanaan tidak boleh hanya berfokus pada pembangunan infrastruktur fisik, tetapi harus diprioritaskan untuk Investasi Sosial yang memberdayakan keluarga dan anak. Anggaran yang cukup menjamin keberlanjutan program dan jangkauan layanan yang lebih luas.
Kesimpulannya, Reformasi Kesejahteraan sosial adalah fondasi bagi sistem Perlindungan Anak yang kuat. Dengan menggabungkan data yang akurat, pendekatan preventif, dan layanan rehabilitasi yang komprehensif, negara dapat menciptakan lingkungan yang aman. Kita harus memastikan bahwa setiap anak Indonesia tumbuh bebas dari eksploitasi, dengan masa depan yang cerah dan terlindungi. Sumber