Tragedi kesehatan yang mengejutkan terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana lebih dari seratus Siswa Keracunan massal usai menyantap makanan tambahan bergizi (MBG) yang disediakan oleh pihak sekolah. Insiden Keracunan Makanan Massal ini memaksa didirikannya Tenda Darurat Medis oleh tim kesehatan gabungan untuk menangani pasien yang membludak. Kasus ini segera menjadi perhatian serius pemerintah daerah dan aparat penegak hukum, menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap kualitas dan standar kebersihan pangan, terutama yang dikonsumsi oleh anak-anak sekolah. Jumlah korban dan kecepatan penanganan menjadi fokus utama dalam menghadapi Keracunan Makanan Massal ini.
Insiden Keracunan Makanan Massal ini terjadi pada Kamis, 2 Oktober 2025, sekitar pukul 11.00 Waktu Indonesia Tengah (WITA). Gejala mulai muncul setelah para siswa dari dua sekolah dasar berbeda mengonsumsi paket MBG yang berisi nasi, telur, dan sayuran. Gejala yang dilaporkan sebagian besar adalah mual, muntah, dan diare hebat. Melihat jumlah korban yang cepat bertambah hingga mencapai 115 siswa, dan kapasitas Puskesmas setempat tidak memadai, Dinas Kesehatan setempat segera berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk mendirikan Tenda Darurat Medis di halaman sekolah. Tenaga medis tambahan, termasuk 10 perawat dan 3 dokter umum, diterjunkan dari ibukota provinsi pada pukul 17.00 WITA.
Pihak Kepolisian Resor setempat segera bergerak cepat. Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim), Iptu Made Wirata, mengonfirmasi pada Jumat pagi, 3 Oktober 2025, bahwa sampel sisa makanan dan muntahan Siswa Keracunan telah dikirim ke Laboratorium Forensik di Surabaya untuk diuji. Penyelidikan difokuskan pada rantai pasokan dan proses pengolahan makanan untuk mengetahui sumber bakteri atau kontaminan yang menyebabkan Keracunan Makanan Massal tersebut. Dua penyedia jasa boga yang bertanggung jawab atas program MBG ini telah dimintai keterangan untuk diperiksa lebih lanjut mengenai standar sanitasi mereka.
Kondisi para Siswa Keracunan yang dirawat di Tenda Darurat Medis menunjukkan perbaikan signifikan berkat penanganan cairan dan elektrolit yang cepat. Meskipun demikian, tiga siswa yang mengalami dehidrasi berat masih membutuhkan infus dan pengawasan intensif. Dinas Pendidikan setempat mengumumkan bahwa kegiatan belajar mengajar di kedua sekolah tersebut diliburkan selama satu minggu penuh untuk fokus pada pemulihan kesehatan siswa dan sterilisasi lingkungan sekolah. Peristiwa ini berfungsi sebagai pengingat mendesak bagi semua pihak, bahwa investasi pada Kualitas Infrastruktur dan pengawasan pangan adalah bagian tak terpisahkan dari jaminan kesehatan publik, terutama dalam pelaksanaan Program Perlindungan Sosial yang menyasar anak-anak.